Rabu, 16 Maret 2011

Tanah Hitam Paloh


Diisi oleh Aang dan Aan ( Alfa)
Budaya Antar Ajong Masyarakat Tanah Hitam Paloh
Mengemas Ritual Kebudayaan Menjadi Ajang Promosi Wisata
Kabupaten Sambas bukan hanya memiliki panorama alam yang menarik, namun kawasan yang berada paling utara Kalbar dengan penduduk mayoritas Melayu ini, juga memiliki sejumlah kebudayaan yang cukup menarik. Terutama bagi mereka yang menyenangi wisaya budaya. Salah satunya adalah Antar Ajong, yang dihelat di Paloh, yaitu di Tanah Hitam.
ANTAR AJONG merupakan upacara ritual adat untuk menanam padi yang dilaksanakan setiap tahun pada masa bercocok tanam. Masyarakat setempat mempercayai, aktivitas tersebut dapat membuat tanaman padinya terhindar dari serangan hama dan penyakit. Sehingga demikian, hasil panen berlimpah untuk kemakmuran masyarakat sekampung.
Karena mengacu pada waktu tanam, maka waktu pelaksanaan Antar Ajong biasanya setiap pertenggahan tahun, sekitar Juni atau Juli. “Rencananya kedepan jadwal kegiatan tersebut akan dirutinkan berbarengan dengan aktivitas wisata lainnya di Kabupaten Sambas,” ujar Serly Narulitas SH SIP, Kasi Promosi Wisata Dinas Budparpora Kabupaten Sambas.
Upacara adat budaya Antar Ajong dimulai dengan masa persiapan pembuatan perahu Ajong diketuai oleh tokoh adat setempat. Waktunya yaitu dua hari sebelum hari H pelepasan. Perahu Ajong dibuat menyerupai kapal-kapal layar dalam bentuk mini yang lengkap dengan palkan dan geladak kamar tidur mirip perahu kapal aslinya. Biasanya ukuran badan perahu bervariasi dengan lebar 20 cm - 40 cm  dan panjang 1,5 m - 4 m. Kain yang dibuat sebagai layarnya sering tampil dalam berbagai warna tapi lebih didominasi oleh warna putih dan kuning.  Badan perahu diberi warna cat bebas dengan variasi gambar ukiran khas sambas.
Pada malam hari H diadakan acara memanggil para roh jahat (besiak). Prosesinya yaitu dengan cara membujuk menyanyikan dengan mayang pinang, yang akan dikumpulkan untuk dikirim jauh dari kampung melalui media perahu ajong. Perahu mini dini berisikan perbekalan antara lain berbagai kue adat, ketupat pulut, cucur, deram berwarna putih dan merah, bunga rutteh, dan dilengkapi dengan nasi pulut, beras kuning.
Selain itu, dalam Ajong juga ada boneka mini berbentuk manusia dan hewan ternak (ayam, burung). Dapur untuk memasak yang serba mini juga tersedia. Rempah dapur (kunyit, serai), beras dan padi-lengkap dengan tangkainya yang dikemas dalam karung mini, bibit pinang, pekeras adat paku dan benang putih.
Layaknya kapal yang hendak berlayar jauh, ajong juga dilengkapi dengan peralatan tidur (tikar dan bantal), tujuh genggam (kappal) nasi dalam variasi 7 warna, perlengkapan pertanian dan pertukangan (cangkul, gergaji dan lain-lain).
Setelah semuanya siap, tiba saatnya untuk berangkat. Pada hari H pelepasan perahu ajong, paginya, setiap rumah penduduk dipercikan air yang telah di jampi tokoh adat (bepapas). “Tujuannya sebagai ritual adat menolak bala agar penduduk terhindar dari bala petaka dan penyakit,” jelas Serli. Air ini pula yang digunakan untuk membasahi benih agar tumbuh subur.
Menjelang waktu untuk melepas ajong ke laut, merupaka saat yang ditunggu-tunggu masyarakat maupun pengunjung yang memadati pantai Tanah Hitam. Begitu menterai bergerak ke barat, berduyun massa mendekat ke bibir pantai. Masing-masing tak sabar untuk menyaksikan, apakah perahu ajong yang disiapkan lancar perjalanannya mengarungi lautan. Seiring dengan hembusan angin darat menuju ke laut yang cukup kencang, seketika itu pula perahu layar mini-tanpa penghuni-yang lengkap bekalannya ini meluncur ke laut.
Sorak sorai membahana mengiringi ajong yang terus berlayar hingga tak lagi tampak dari sorotan mata telanjang siapapun yang berdiri di pinggiran pantai.
Sepeninggal ajong, maka pantang larang pun berlaku (be sam sam). Dalam sehari semalam setelah perahu ajong dilepas, anggota masyarakat kampung tidak boleh menyembelih hewan apapun (mengeluarkan darah). Resiko adat bila pantang larang dilanggar, yaitu membuat 100 buah ketupat-tidak boleh kurang-yang kemudian dihantarkan ke laut lepas. “Mulai tahun ini Kami mengemas antar ajong dalam bentuk festival. Masing-masing berlomba membuat ajong semenarik mungkin,” imbuh Kasi Promosi Wisata.*

Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya

A.               Selayang Pandang

Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya merupakan kawasan konservasi yang terletak di jantung Pulau Kalimantan. Kawasan ini memiliki peranan penting dalam fungsi hidrologis yaitu sebagai catchment area (daerah resapan air) bagi daerah aliran Sungai Melawi di Kalimantan Barat dan daerah aliran Sungai Katingan di Kalimantan Tengah. Kawasan hutan Bukit Baka-Bukit Raya didominasi oleh berbagai jenis ekosistem hutan hujan tropis khas pegunungan. Bukit Baka-Bukit Raya merupakan gabungan Cagar Alam Bukit Baka di Kalimantan Barat dan Cagar Alam Bukit Raya di Kalimantan Tengah. Telah terjadi enam kali perluasan area hingga akhirnya kawasan ini ditetapkan sebagai taman nasional. Pertama, tahun 1978, kawasan Bukit Raya ditetapkan sebagai cagar alam dengan luas 50.000 hektar. Kedua, tahun 1979, cagar alam diperluas menjadi 110.000 hektar. Ketiga, tahun 1981, kawasan Bukit Baka ditetapkan sebagai kawasan cagar alam dengan luas 100.000 hektar. Keempat, tahun 1982, luas cagar alam Bukit Baka bertambah menjadi 116.063 hektar. Kelima, tahun 1987, mengalami pengurangan luas cagar alam menjadi 70.500 hektar. Keenam, tahun 1992, Cagar Alam Bukit Baka dan Cagar Alam Bukit Raya disatukan dan statusnya diubah menjadi taman nasional dengan nama Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor: 281/Kpts-II/1992, tanggal 26 Februari 1992, dengan luas wilayah 181.090 hektar.

B. Keistimewaan
Keistimewaan kawasan wisata Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya terletak pada kekayaan flora dan faunanya. Secara umum, wilayah taman nasional ini didominasi oleh vegetasi tingkat pohon yang penyebarannya bervariasi, dari kaki hingga ke puncak bukit. Vegetasi pada dataran rendah (kaki bukit) hingga ketinggian 400 m menunjukkan kekhasan hutan hujan dataran rendah yang menjadi rumah bagi sekitar 30 % spesies dipterocarpaceae. Disebabkan oleh adanya perubahan ketinggian tempat, maka tipe vegetasi dominan kemudian berubah secara bertahap, sehingga di wilayah ini ditemui tipe-tipe vegetasi hutan dataran rendah, hutan dataran tinggi, hutan pegunungan, vegetasi sungai, dan vegetasi lumut (di puncak-puncak bukit). Keistimewaan kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya yang lainnya adalah terdapat beraneka ragam jenis satwa di dalamnya, di antaranya berbagai jenis burung seperti Burung Ruai (argusianus argus) dan 3 jenis Burung Enggang, salah satunya adalah burung Enggang Gading (rhinoplax vigil). Jenis-jenis satwa lainnya yang dapat dijumpai di kawasan ini adalah mamalia, seperti landak (hystrix branchyura), lutung merah (presbytis rubicunda), dan beruk (macaca nemestrina). Kekayaan fauna Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya juga bisa dilihat dari hewan reptil yang hidup di kawasan ini, seperti ular (lamaria schlegeli), kadal (spenomorphus), kura-kura darat (famili testudinidae), katak daun, katak batu, dan kodok. Selain itu, di kawasan ini juga hidup jenis-jenis ikan yang termasuk dalam kategori langka yang mungkin tidak akan dapat dijumpai di kawasan lain, seperti ikan seluang (osteochilus spilurus), baung (mystus micracanthus), dan adung (hampala macrolepidota).

C. Lokasi
 Kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya terletak di Kabupaten Sintang, Propinsi Kalimantan Barat dan Kabupaten Kotawaringin Timur, Propinsi Kalimantan Tengah, Indonesia. Bagi pengunjung yang akan memasuki kawasan taman nasional, sebaiknya mengenakan pakaian lengan panjang agar terhindar dari sengatan matahari dan gigitan serangga. Pengunjung juga dianjurkan untuk membawa perlengkapan/peralatan kegiatan petualangan di alam bebas, seperti ransel, pakaian lapangan, kaos kaki, sepatu bot, kantong tidur, matras, tenda, obat-obatan dan logistik yang memadai.

D. Akses
Untuk mencapai lokasi Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya, pengunjung dapat menggunakan kendaraan pribadi atau angkutan umum (bus) jurusan Pontianak—Sintang—Nanga Pinoh dengan jarak tempuh sekitar 460 km dan membutuhkan waktu kurang lebih sembilan jam. Setelah sampai di Nanga Pinoh, perjalanan dapat dilanjutkan ke Nanga Nuak dengan menggunakan speed boat selama sekitar 2,5 jam. Selanjutnya, dari Nanga Nuak ke lokasi taman nasional dapat diakses menggunakan kendaraan pribadi atau mobil sewaan dengan waktu tempuh sekitar dua jam. Sedangkan jika ditempuh dari arah Palangkaraya, Kalimantan Tengah, pengunjung dapat mengambil rute perjalanan Palangkaraya—Kasongan dengan menggunakan mobil pribadi atau angkutan umum dengan waktu tempuh sekitar 1,5 jam. Sesampainya di Kasongan, perjalanan dapat dilanjutkan menggunakan speed boat selama tiga jam menuju Tumbang Samba. Dari Tumbang Samba dilanjutkan menuju Tumbang Hiran yang memakan waktu sekitar 3 jam. Dari Tumbang Hiran, perjalanan dilanjutkan menuju Tumbang Senamang dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Dari Tumbang Senamang, pengunjung dapat langsung menuju lokasi taman nasional dengan waktu tempuh sekitar 4 jam. E. Harga Tiket Dalam proses konfirmasi.

 F. Akomodasi dan Fasilitas Lainnya
Pihak pengelola kawasan Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya telah menyediakan berbagai sarana akomodasi dan fasilitas yang dapat membantu kegiatan pengunjung, di antaranya: Visitor Center yang terletak di Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Sintang, berfungsi sebagai pusat informasi bagi pengunjung yang akan memasuki kawasan konservasi di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Pos jaga kawasan di Dusun Belaban Ella, yang berfungsi sebagai pos pengawas kawasan dan dilengkapi beberapa petugas lapangan. Visitor Lodge (pondok wisata) yang terdapat di dalam kawasan taman nasional, berfungsi sebagai sarana akomodasi bagi pengunjung. Di sekitar visitor lodge tersebut terdapat berbagai obyek-obyek yang menarik untuk kegiatan penelitian dan wisata alam. Di antaranya adalah air terjun dan keanekaragaman flora dan fauna. Trail (jalan setapak) yang berfungsi sebagai jalan patroli di kawasan taman nasional dan jalur wisata alam.